Wednesday, May 22, 2013

MENJADI JEMBATAN BUKAN TEMBOK


Tanpa disadari banyak manusia  membangun tembok atau dinding pembatas antara “sini” dan “sana”, antara hitam dan putih, antara benar dan salah, antara “kita” dan “mereka”. Yang ada di sini adalah benar, dan yang masuk ke sana adalah salah. Tetapi nilai siapakah yang digunakan dalam menakar keabsahannya? Nilai yang ada di sini, ataukah nilai yang ada di sana? Siapakah yang berhak menyatakan bahwa di sini benar dan di sana salah, sehingga yang terjadi adalah ada jurang pemisahan antar yang satu dengan yang lain, muncul adanya gap, kelompok-kelompok yang cenderung mempertahankan pandangannya dan sikap-sikap apatis karena tidak adanya jembatan yang menyatukan perbedaan tersebut. 



Sebagai umat percaya kita dipanggil untuk menjadi jembatan agar semakin banyak orang terbuka untuk mendengar kabar baik, untuk itu kita harus membuang kebiasaan kebiasaan lama kita yang cenderung membentuk sebuah tembok atau dinding pada orang-orang yang belum percaya. Kitalah jembatan itu, saat kita menyadari hal tersebut maka kita akan menjalin hubungan dengan sesama dengan sebuah tujuan yang mulia. 


Bagaimana kita bisa menjadi jembatan?


·         Persahabatan tidak bisa ditunggu, tapi harus diciptakan. Meskipun tembok-tembok terus berdiri, setiap kita harus terus berusaha menjadi jembatan. Jembatan bagi dua orang yang berselisih, jembatan bagi dua kelompok yang belum saling memahami, jembatan bagi yang belum bisa saling menerima dan segala bentuk perbedaan yang dapat menjadi penghalang terwujudnya sebuah hubungan yang lebih baik.


·         Menjadi jembatan berarti  tidak memaksakan kehendak pada orang lain. Kita menjadi Kristen bukan untuk mengkristenkan orang yang berbeda agama dengan kita namun kita harus menjadi teladan sehingga mereka dapat melihat kebenaran terpancar dari hidup kita, saat kebenaran itu dapat diterima maka kita menjadi jembatan perjumpaan mereka dengan Yesus.


·         Menjadi jembatan juga berarti mencipta sebuah kesempatan untuk berinteraksi dengan mereka yang masih memiliki tembok. Dibutuhkan keberanian untuk mengambil langkah tersebut karena dengan tetap berada dalam zona aman kita tidak akan pernah menjadi jembatan. Umat Kristen yang takut untuk membangun jembatan dan lebih suka untuk membangun tembok adalah orang orang Kristen yang tidak yakin akan imannya, tidak yakin akan Kuasa Yesus Kristus.” 


Dengan melakukan ketiga langkah tersebut maka setidaknya kita sudah belajar meruntuhkan tembok yang kita bangun selama ini dan menggantikannya dengan sebuah jembatan yang akan mengantar sesama kita menemukan sumber kebenaran. 


SHARING :  Apakah yang kita bangun selama ini dalam kehidupan kita ? kita membangun tembok atau menjadi jembatan ? Apa komitmen Anda setelah mempelajari materi ini.  

No comments:

Post a Comment