Tanpa disadari banyak manusia membangun
tembok atau dinding pembatas antara “sini” dan “sana”, antara hitam dan putih,
antara benar dan salah, antara “kita” dan “mereka”. Yang ada di sini adalah
benar, dan yang masuk ke sana adalah salah. Tetapi nilai siapakah yang
digunakan dalam menakar keabsahannya? Nilai yang ada di sini, ataukah nilai
yang ada di sana? Siapakah yang berhak menyatakan bahwa di sini benar dan di
sana salah, sehingga yang terjadi adalah ada jurang pemisahan antar yang satu
dengan yang lain, muncul adanya gap, kelompok-kelompok yang cenderung
mempertahankan pandangannya dan sikap-sikap apatis karena tidak adanya jembatan
yang menyatukan perbedaan tersebut.
Sebagai umat percaya kita dipanggil untuk menjadi
jembatan agar semakin banyak orang terbuka untuk mendengar kabar baik, untuk
itu kita harus membuang kebiasaan kebiasaan lama kita yang cenderung membentuk
sebuah tembok atau dinding pada orang-orang yang belum percaya. Kitalah
jembatan itu, saat kita menyadari hal tersebut maka kita akan menjalin hubungan
dengan sesama dengan sebuah tujuan yang mulia.
Bagaimana kita bisa menjadi jembatan?
·
Persahabatan
tidak bisa ditunggu, tapi harus diciptakan. Meskipun tembok-tembok terus
berdiri, setiap kita harus terus berusaha menjadi jembatan. Jembatan bagi dua
orang yang berselisih, jembatan bagi dua kelompok yang belum saling memahami,
jembatan bagi yang belum bisa saling menerima dan segala bentuk perbedaan yang
dapat menjadi penghalang terwujudnya sebuah hubungan yang lebih baik.
·
Menjadi
jembatan berarti tidak memaksakan
kehendak pada orang lain. Kita menjadi Kristen bukan untuk mengkristenkan
orang yang berbeda agama dengan kita namun kita harus menjadi teladan sehingga
mereka dapat melihat kebenaran terpancar dari hidup kita, saat kebenaran itu
dapat diterima maka kita menjadi jembatan perjumpaan mereka dengan Yesus.
·
Menjadi
jembatan juga berarti mencipta sebuah kesempatan untuk berinteraksi dengan
mereka yang masih memiliki tembok. Dibutuhkan keberanian untuk mengambil
langkah tersebut karena dengan tetap berada dalam zona aman kita tidak akan
pernah menjadi jembatan. Umat Kristen yang takut untuk membangun jembatan dan
lebih suka untuk membangun tembok adalah orang orang Kristen yang tidak yakin
akan imannya, tidak yakin akan Kuasa Yesus Kristus.”
Dengan melakukan ketiga langkah tersebut maka
setidaknya kita sudah belajar meruntuhkan tembok yang kita bangun selama ini
dan menggantikannya dengan sebuah jembatan yang akan mengantar sesama kita
menemukan sumber kebenaran.
SHARING : Apakah yang kita bangun selama ini dalam
kehidupan kita ? kita membangun tembok atau menjadi jembatan ? Apa komitmen
Anda setelah mempelajari materi ini.
No comments:
Post a Comment